Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pentingkah Moderasi Beragama di Indonesia?

Pentingkah Moderasi Beragama di Indonesia?

Apa itu Moderasi Beragama?

Moderasi berarti jalan tengah, adil dan seimbang, seperti istilah moderator yang berarti orang yang menengahi jalannya suatu diskusi. Ia tidak boleh memihak dan condrong kepada salah satu peserta diskusi. 

Moderasi beragama berarti proses memahami sekaligus mengamalkan ajaran agama secara adil dan seimbang, agar terhindar dari perilaku ekstrem atau berlebih-lebihan saat menjalani ajaran agamanya. Dalam Islam, moderasi diistilahkan dengan Islam Wasathiyah, yakni Islam yang berada antara realitas dan idealitas. Orang yang mempraktekkan moderasi beragama disebut moderat. 

Moderasi beragama bukan berarti memoderasi agama, karena agama dalam dirinya sudah mengandung prinsip-prinsip moderasi, yaitu keadilan dan keseimbangan. Bukan agama namanya, jika ia mengajarkan kerusakan di muka bumi, kezaliman, dan angkara murka. Karena itu, agama tidak perlu dimoderasi lagi. Namun, cara seseorang beragama harus selalu didorong ke jalan tengah, harus senantiasa dimoderasi, karena ia bisa berubah menjadi ekstrem, tidak adil, bahkan berlebih-lebihan.

Sikap Seorang Moderat

Seseorang harus memiliki sikap moderat dalam beragama. Sikap moderat ini sangat penting untuk dimiliki oleh seorang muslim dimana pun ia berada, lebih-lebih lagi di Indonesia dengan berbagai macam suku, agama, bahasa, budaya, dan adat-istiadat.

Seorang yang moderat meyakini bahwa beragama adalah melakukan pengabdian kepada Tuhan dalam bentuk menjalankan ajaran-Nya yang berorientasi pada upaya untuk memuliakan manusia dan memanusiakan manusia. Seseorang yang bersikap moderat berarti ia tidak akan melanggar batasan kemanusiaan, tidak akan melanggar kesepakatan bersama, dan tidak akan melanggar ketertiban umum.

Orang moderat harus berada di tengah, berdiri di antara kedua kutub ekstrem. Ia tidak berlebihan dalam beragama, tapi juga tidak berlebihan menyepelekan agama. Dia tidak ekstrem mengagungkan teks-teks keagamaan tanpa menghiraukan akal/ nalar, juga tidak berlebihan mendewakan akal sehingga mengabaikan teks.

Bersikap moderat cukup dengan menghormati orang lain dan tidak mengganggu satu sama lain. Ia sendiri harus mantap dengan kepercayaannya, tidak perlu menggadaikan keyakinan.

Jika seseorang atas nama ajaran agama, misalnya, melakukan perbuatan yang merendahkan harkat, derajat, dan martabat kemanusiaan, atau bahkan menghilangkan eksistensi kemanusiaan itu sendiri, itu sudah bisa disebut melanggar nilai kemanusiaan. Tindakannya jelas berlebihan atau ekstrem. Contoh konkretnya, dengan dalih jihad agama, seseorang meledakkan bom di tengah pasar lalu puluhan bahkan ratusan orang tak bersalah tewas seketika. Ini jelas tindakan ekstrem. Contoh lainnya, ketika seseorang sedang beribadah, lalu ada orang lain di dekatnya yang hampir mati akibat terjatuh ke dalam sumur, maka dia wajib membatalkan ibadahnya untuk kemudian membantu saudaranya yang terjatuh ke dalam sumur itu. Ibadah kepada Tuhannya bisa ia lakukan setelah menolong saudaranya itu.

Tentu, sudah menjadi sebuah keharusan bagi muslim sejati untuk mengimplementasikan moderasi beragama dalam kehidupan sehari-harinya. Sikapnya harus mencerminkan nilai-nilai yang layyin (sopan, santun, dan lembut), la faddhan wala ghalidha (tidak bersikap keras dan galak), la ikrahiyyan wala ijbariyan (tidak boleh ada pemaksaan). Juga dalam beragama dan menghadapi perbedaan dalam beragama, tentunya kita harus memiliki sikap tasamuh (toleransi). Hal ini penting untuk mengakui dan menghormati perbedaan, baik dalam aspek keagamaan dan berbagai aspek kehidupan lainnya.

Dikutip dari Nu Online (https://www.nu.or.id).

Posting Komentar untuk "Pentingkah Moderasi Beragama di Indonesia?"