Sekapur Sirih: Serambi Dayah
Awan putih bergerak pelan menaungi pelataran sebuah dayah. Keteduhan memancar dari setiap wajah santrinya yang senantiasa berada dalam dekapan ilmu. Mereka sedang merajut mimpi-mimpi yang begitu mulia, di saat orang lain terus meremehkan dan menganggap seolah pendidikan dayah tidak mempunyai masa depan yang cerah. Mimpi itu kelak akan memuliakan mereka.
Dayah, demikian sebutan masyarakat Aceh untuk lembaga pendidikan Islam tertua di Nusantara. Kata dayah berasal dari bahasa Arab, yakni zawiyah, yang berarti pojok atau sudut. Hal ini mengacu pada pengajian masa Rasulullah yang dilakukan di sudut-sudut Masjid Nabawi. Begitupun di masa-masa setelahnya para ulama sufi membuat halaqah-halaqah di sudut-sudut Masjid, hingga institusi pendidikan Islam di Afrika Utara pada masa-masa awal penyebaran Islam pun juga disebut dengan zawiyah. Dalam konteks nasional, lembaga ini disebut dengan pondok pesantren (pontren).
Dayah telah lahir dan berkembang seiring dengan lahir dan berkembangnya ajaran Islam di Aceh. Pendidikannya berfokus pada kajian tafaqquh fiddin (pemahaman ilmu agama Islam) yang berlandaskan akidah Ahlussunnah wal Jama’ah, mempunyai visi dan misi untuk mencetak kader-kader ulama yang mufaqqih fiddin, mendakwahkan dan menyebarkan agama Islam, menjadi benteng pertahanan umat dalam bidang akidah dan akhlak, melahirkan sosok muslim yang memiliki keterampilan dan keahlian membangun kehidupan yang Islami dan meningkatkan pengembangan masyarakat di berbagai sektor.
Keberadaan dayah sebagai lembaga pendidikan memiliki pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat Aceh dan Indonesia. Mulai awal berdirinya sebagai pusat pengembangan dan pembinaan masyarakat hingga menjadi pusat perlawanan pertahanan terhadap penjajahan Belanda dan Jepang. Kini, dayah terus berbenah dengan sistem pendidikan kedayahannya yang sudah disetarakan dengan pendidikan formal lainnya, mulai dari jenjang Ula, Wustha, 'Ulya, hingga Ma'had 'Aly.
Dayah sudah seharusnya menjadi serambi ilmu pengetahuan Islam dan ruang multidisiplin bagi pengembangan keilmuan. Kajiannya sangat luas, meliputi al-Qur'an, 'Ulumul Qur'an, Fikih Ibadah, Fikih Muamalat (Hukum Transaksi dan Ekonomi), Fikih Munakahat (Hukum Perkawinan), Fikih Jinayat (Hukum Pidana), Fikih Duali (Hukum Tata Negara), Qawaid Fiqhiyyah, Tarikh Islam (Sejarah Islam), Sejarah Negara-Negara, Hadis, Ilmu Hadis, Ilmu Manthiq, Nahwu, Sharaf, Tauhid, Filsafat, Tasawuf/Akhlak, Ilmu Falaq, Ilmu Tafsir, Ilmu 'Arudh, Ilmu Balaghah, dan berbagai disiplin ilmu lainnya.
Dalam sekapur sirih ini, izinkan penulis menyampaikan sebuah syair:
Dayah, demikian sebutan untukmu dari kami
Di setiap pelosok negeri, kamu tegak berdiri
Memayungi setiap jiwa-jiwa dengan pancaran sinar Ilahi
Kau bagi mata air kehidupan, melahirkan da'i dan pemikir negeri
Kelak, peradaban kini dan nanti akan dipenuhi oleh santri
Kelak, peradaban kini dan nanti akan dipenuhi oleh santri
Dari rahimmu untuk negeri ini
Posting Komentar untuk "Sekapur Sirih: Serambi Dayah "